02 Juli 2009

Mengenal Bandeng Presto Bagok


Ikan bandeng yang telah dikemas dalam sajian khusus dengan aroma cita rasa tinggi kini diproduksi di wilayah Bagok, Aceh Timur. Tak hanya itu, ikan bandeng di Bagok kini yang tidak beraroma lumpur. Sehingga banyak masyarakat melirik dan menggemari bandeng daerah itu, terutama masyarakat kabupaten Bireun, Lhokseumawe, Aceh Utara dan Takengon.Awalnya, banyak masyarakat Aceh yang “mengolah” ikan bandeng disajikan dengan berbagai macam masakan mulai dari gulai asam keueng, bandeng panggang, dan digoreng.


Sementara di daerah Bagok, bandeng kini juga dipresto atau dipindang dengan menggunakan dandang khusus. Duri yang banyak dalam daging ikan itu hancur, dan tidak lagi menyulitkan ketika dikonsumsi warga.Salah seorang pengolah bandeng presto, Nurmiati ibu rumah tangga asal Dusun Teupin Raya Desa Teupin Pukat, Kecamatan Nurussalam, Aceh Timur, kepada wartawan, saat berkunjung ke rumahnya, Rabu (10/6) mengatakan, dia pertama kali memperoleh ilmu tentang cara presto ikan bandeng pada tahun 2007 lalu dari sebuah LSM yang membawa dirinya bersama beberapa temannya dari seluruh provinsi Aceh untuk melakukan studi banding ke Pulau Jawa.


“Sekitar satu bulan kami belajar di Jawa, mulai dari Jogja, Jepara, dan Jawa Barat. Sepulang kami ke Aceh, LSM tersebut memberikan kami sebuah dandang presto. Dengan kapasitas produksi hanya 50-60 ikan ukuran 3 ekor/kilo,” ungkap Nurmiati dengan keringat di wajahnya. Menurut Nurmi, dalam satu tahun belakangan ini, dirinya sudah mempraktekkan ilmu yang didapatnya, malah dalam beberapa bulan terakhir dia lebih sering memproduksi ikan itu untuk memenuhi pesanan pada acara perkantoran. Beberapa waktu lalu Dinas Kesehatan Aceh Timur juga ada memesan lebih kurang 120 ekor dengan harga jual Rp 6.000/ekor.


Bandeng presto produksi Nurmi memang jauh berbeda dengan presto yang ada di pulau Jawa yang rasanya ada sedikit manis. Racikan Nurmi membumbui bandeng presto dengan bumbu khas Aceh. Alhasil, cita rasa lebih khas dibandingkan presto ala Pulau Jawa. ”Kita bumbui ala sendiri dan kita sesuaikan dengan lidah orang Aceh pada umumnya, sehingga aromanya juga mempunyai khas tersendiri,” ungkap wanita paruh baya itu.Nurmiati berhasrat agar suatu saat usaha bandeng presto yang sudah ia tekuni dapat perhatian dari pemerintah, agar bisa dijadikan usaha home industri.


Dengan kapasitas produksi yang rutin, mempunyai paket/bungkusan yang desain menarik, sehingga hasil produksinya nanti dapat merambah pasar Aceh dan menjadi produk yang dapat dibanggakan Aceh Timur sesuai dengan sumber daya alam yang tersedia di daerah Bagok, dengan luas tambak ratusan hektar itu.Jika soal bahan baku, Nurmi bisa menjamin. Kenapa tidak, Bagok merupakan daerah yang dikenal dengan luas areal tambaknya. “Ini merupakan sumber daya alam yang sangat mendukung. Namun untuk membuka usaha tersebut, kami terkendala dengan modal, seperti untuk pengadaan bahan baku. Yang membutuhkan bantuan modal besar.


Sebab harga ikan yang dibeli di tambak mencapai Rp 15. 000/kilogram.Dia juga berhasrat, bandeng presto bias menjadi menu sajian sehari- hari bagi keluarga di Aceh, karena ikan presto juga dapat disajikan dalam bentuk presto goreng. “Sekarang ini banyak keluarga yang selalu disibukkan oleh segala macam pekerjaan. Kaum ibu lebih-lebih lagi kaum bapak, sehingga banyak keluarga di Aceh terutama yang hidup di kota- kota sudah tidak sempat lagi memasak lauk buat keluarga. Bandeng presto adalah solusi dalam masaalah ini,” tambahnya sambil berharap kepedulian.


Meski di tengah keterbatasan dana, Nurmi terus bergelut dengan keyakinan dan usahanya. Hanya dengan satu harapan dapat berkembang pesat dan potensi daerah terangkat. Semoga saja perjuangan untuk menunjukkan Bagok memiliki potensi sumber daya alam yang besar dapat terwujud.
Selengkapnya..

Sego Boranan Ciri Khas Lamongan Selain Soto


Selain soto ayam dan tahu campur, makanan Lamongan yang terkenal adalah sego boranan. Penyajiannya mirip nasi sambal di Surabaya. Namun, wadah dan bahan sambalnya yang membuat makanan ini khas dan sulit ditemukan di tempat lain.Memasuki gerbang lengkung Kota Lamongan, tertulis slogan Lamongan Kota Soto. Soto ayam merupakan masakan khas daerah yang terletak di pantai utara Jawa Timur ini. Namun, jika menjelajahi kota tersebut, ragam makanan lainnya bakal Anda temukan.Antara lain tahu campur, sego boranan, tahu tek, wingko babad, dan jumbreg. Jika sego boranan mirip nasi sambal, jumbreg lebih mirip talam.


Tahu campur dan tahu tek sering dijumpai di berbagai kota, sama halnya dengan wingko. Sedang, sego boranan dan jumbreg hanya dapat ditemui di Lamongan.Mungkin Anda akan bertanya-tanya, apa itu sego boranan? Sego boranan seperti nasi sambal, nasi putih atau nasi jagung disajikan dengan ragam lauk pauk dan sambal di atas pincuk daun pisang dan kertas.Jangan harap bisa menemui sego boranan di restoran atau warung makan. Sebab, masakan ini hanya dijajakan keliling kampung oleh ibu-ibu. Mereka berkeliling ke penjuru kota, termasuk alun-alun kota dan malam hari di sepanjang Jl Basuki Rahmat, dari alun-alun belok kanan lalu lurus. Belasan ibu-ibu duduk berjajar berjualan sego boranan.


Asyiknya, pembeli bisa lesehan atau jongkok sembari menikmati lezatnya sego boranan ini. Nama sego boranan diambil dari wadah tempat menaruh nasi, boran, keranjang terbuat dari anyaman bambu berbentuk lingkaran di bagian atas dan persegi di bagian bawah. Keempat sudutnya disangga bambu supaya tak menyentuh tanah langsung. Lauk ditempatkan di ember besar dan sambal di panci. Semua disunggi di punggung ibu-ibu dengan jarik gendong.Sebagian besar mereka masih bersaudara. Seperti Katiani (28) yang menjajakan sego boranan berdampingan dengan bibinya, Istiah (42).


Katiani baru tiga tahun ini berjualan, berbeda dengan Istiah yang sudah mencapai 20 tahun lebih.“Umumnya kami berjualan secara turun-temurun,” kata Katiani yang mulai nongkrong di Jl Basuki Rahmat sejak pukul 17.00 WIB. Setiap hari dia berada di sana sampai semua masakan yang dijajakan habis.Katiani dan Istiah mematok harga seporsi sego boranan Rp 5.000. Meski di beberapa tempat ada juga yang dijual dengan harga Rp 3.000, tergantung lauk yang diambil.Ragam Lauknya, Pedas SambalnyaSego boranan dikenal karena ragam lauk pauk dan sambalnya. Ingin tahu lauknya apa saja? Ada ayam goreng, udang, tempe, tahu, telur asin, telur ceplok, telur dadar digoreng dengan tepung, sate uretan (bakal calon telur), jerohan, ikan bandeng, ikan kuthuk, pletuk, ikan sili, empuk, rempeyek kacang atau teri, dan urapan sayur.Banyak sekali, jadi jangan bingung memilihnya.


Tiga di antaranya menjadi lauk khas sego boranan yang tak ditemui pada menu lainnya, yaitu empuk, pletuk, dan ikan sili. “Empuk ini dibuat dari tepung terigu yang dibumbui,” kata Katiani.Pletuk terbuat dari nasi yang dikeringkan atau kacang, lalu dibumbui dan digoreng. Namanya diambil dari bunyi ketika makanan ini dikunyah, ‘pletuk, pletuk’. Nah, lauk ikan sili ini yang tak bisa ditemui setiap saat, karena termasuk ikan musiman. Ikan sili dulu lebih dikenal sebagai ikan hias, harganya lebih mahal dibanding daging ayam. Bentuk ikan ini panjang seperti belut, tidak kentara mana bagian kepala atau ekornya. Durinya pun hanya ada di bagian tengah.Nasi dan lauk ini tidak lengkap rasanya tanpa sambal kuah nan pedas. Bahan sambal boran terdiri dari lengkuas, jahe, terasi, jeruk purut, cabe rawit yang direbus, beras mentah yang direndam sebagai pengental, parutan kelapa, bawang merah, bawang putih, dan merica. “Supaya rasanya mantap, ditambahkan gula dan garam.


Lalu, semua bahan diblender jadi satu,” terang Katiani. Sambal kuah ini diguyurkan di atas nasi dan lauk.Sementara urapan sayur dimakan dengan sambal urap berbahan bawang merah, bawang putih, garam, cabe merah, penyedap rasa, dan parutan kelapa. Cara memasaknya unik, bukannya dikukus atau dibiarkan mentah, tetapi dipanaskan dengan kreweng, semacam tanah liat bentuk persegi dan dibakar sehingga menghasilkan asap. Aromanya jadi sedap, satu porsi sego boranan jadi tidak cukup. Ingin tambah lagi sampai benar-benar kenyang.

Selengkapnya..